Senin, 24 Oktober 2011

Sex ReversaL

SEX REVERSAL
Pengertian
Sex reversal merupakan cara pembalikan arah perkembangan kelamin ikan yang seharusnya berkelamin jantan diarahkan perkembangan gonadnya menjadi betina atau sebaliknya. Teknik ini dilakukan pada saat belum terdiferensiasinya gonad ikan secara jelas antara jantang dan betina pada waktu menetas. Sex reversal merubah fenotif ikan tetapi tidak merubah genotifnya. Teknik sex reversal mulai dikenal pada tahun 1937 ketika estradiol 17 disintesis untuk pertama kalinya di Amerika Serikat. Pada mulanya teknik ini diterapkan pada ikan guppy (Poeciliareticulata).Kemudian dikembangkan oleh Yamamato di Jepang pada ikan medaka (Oryzias latipes). Ikan medaka betina yang diberi metiltestosteron akan berubah menjadi jantan. Setelah melalui berbagai penelitian teknik ini menyebar keberbagai negara lain dan diterapkan pada berbagai jenis ikan. Awalnya dinyakini bahwa saat yang baik untuk melakukan sex reversal adalah beberapa hari sebelum menetas (gonad belum didiferensiasikan).Teori ini pun berkembang karena adanya fakta yang menunjukkan bahwa sex reversal dapat diterapkan melalui embrio dan induk yang sedang bunting.
Sex reversal merupakan suatu teknik untuk mengubah jenis kelamin buatan dari ikan jantan menjadi ikna betina atau sebaliknya. Borg (1994) menyatakan bahwa sex reversal merupakan teknik pembalikan jenis kelamin pada saat diferensiasi kelamin, yaitu pada saat otak dan embrio masih berada pada keadaan bi-potential dalam pembentukan kelamin secara fenotipe (morfologis, tingkah laku dan fungsi). Perubahan kelamin secara buatan akan sempurna jika dilakukan pada saat mulainya proses diferensiasi kelamin dan berlanjut sampai diferensiasi kelamin terjadi.
Manfaat
Penerapan sex reversal dapat menghasilkan populasi monosex (kelamin tunggal). Kegiatan budidaya secara monosex (monoculture) akan bermanfaat  dalam mempercepat pertumbuhan ikan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan tingkat pertumbuhan antara ikan berjenis jantan dengan betina. Beberapa ikan yang berjenis jantan dapat tumbuh lebih cepat daripada jenis betina misalkan ikan nila dan ikan lele Amerika. Untuk mencegah pemijahan liar dapat dilakukan melalui teknik ini. Pemijahan liar yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kolam  cepat penuh dengan berbagai ukuran ikan. Total biomass ikan tinggi namun kualitasnya rendah. Pemeliharaan ikan monoseks akan mencegah perkawinan dan pemijahan liar sehingga kolam tidak cepat dipenuhi ikan. Selain itu ikan yang dihasilkan akan berukuran besar dan seragam. Contoh ikan yang cepat berkembangbiak yaitu ikan nila dan mujair.Pada beberapa jenis ikan hias seperti cupang, guppy, kongo dan rainbow akan memiliki penampilan tubuh yang lebih baik pada jantan daripada ikan betina. Dengan demikian nilai jual ikan jantan lebih tinggi ketimbang ikan betina.
Sex reversal juga dapat dimanfaatkan untuk teknik pemurnian ras ikan. Telah lama diketahui ikan dapat dimurnikan dengan teknik ginogenesis yang produknya adalah semua betina. Menjelang diferensiasi gonad sebagian dari populasi betina tersebut diambil dan diberi hormon androgen berupa metiltestosteron sehingga menjadi ikan jantan. Selanjutnya ikan ini dikawinkan dengan saudaranya dan diulangi beberapa kali sampai diperoleh ikan dengan ras murni.
Metode Sex Reversal

1.  Hormon Steroid
Salah satu teknik reversal adalah dengan memberikan hormon steroid pada fase labil kelamin. Pada beberapa spesies iakn teleost gonochoristic, fisiologo kelamin dapat dengan mudah dimanipulasi melalui pemberian hormone steroid.
(piferrer et al. 1994). Nagy et al. (1981) menjelaskan bahwa keberhasilan manipulasi kelamin pada ikan menggunakan hormn dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain : jenis dan umur ikan, dosis hormon, lama waktu, dan cara pemberian hormon serta lingkungan tempat pemberian hormon dilakukan
Ditekankan oleh Hunter dan Donaldson (1983), bahwa keberhasilan pemberian hormone sangat tergantung pada interval waktu perkembangan gonad, yaitu pada saat gonad dalam keadaan labil sehingga mudah dipengaruhi oleh hormon. Hrmon steroid yang dihasilkan oleh jaringan steroidogenik pada gonad terdiri atas hormone androgen untuk maskulinasi, esterogen untuk feminisasi dan progestin yang berhubungan dengan proses kehamilan (Hadley 1992).
Namun pada tahap perkembangan gonad belum terdeferensiasi menjadi jantan atau betina, hormone steroid belum terbentuk sehingga pembentukan gonad dapat diarahkan dengan menggunakan hormone steroid sintetik (Hunter & Donaldson 1983).
Salah satu jenis hrmon steroid sintetik yang banyak digunakan untuk proses sex reversal pada ikan (khususnya ikan nila) adalah hormon 17a-methyltestosterone(mt).
Hormon 17a-methyltestosterone(mt) merupakan hormone androgen yang bersifat stabil dan mudah  dalam penanganan (Yamazaki 1983). Pemberiannya dapat dilakukan secara oral (Misnawati 1997), perendaman embrio alevin maupun larva (Laining 1995) maupun implantasi dan injeksi (Mirza & Shelton 1988).

2.  Aromatase dan Aromatase Inhibitor
Selain dengan hormn steroid, diferensiasi kelamin juga dipengaruhi oleh ekspresi dari gen yang menghasilkan enzim aromatase (Patino 1997). Aromatase adalah enzim cytochrome P-450 yang mengkatalis perubahan dari androgen menjadi esterogen. Aktivitas enzim aromatase terbatas pada daerah dengan target estradiol dan berfungsi untuk mengatur jenis kelamin, reproduksi dan tingah laku (Callard et al. 1990). Ada 2 bentuk gen aromatsae pada ikan yaitu : aromatase otak dan armatase ovari. Aromatase ota berperan sebagai pengatur perilaku sex spesifik pada mamalia dan burung (Schlinger & Callard 1990, diacu dalam Melo & Ramsdell 2001) dan juga mengatur reproduksi pada ikan (Pasmanik et al. 1988, diacu dalam Melo & Ramsdell 2001).
Aktivitas enzim aromatase pada otak teleostei 100-1000 kali lebih tinggi disbanding pada mamalia. Aktivitas enzim aromatase ovary kurang dari 1/10 kali aktivitas enzim aromatase otak. Fungsi cytocrome P-450 pada determinasi jenis kelamin telah teruji Karen merupakan enzim yang bertanggung jawab dalam proses aromatisasi dari androstenedinione menjadi estrone atau testosterone menjadi estradiol 17ß. Aktivitas enzim aromatase berkorelasi dengan struktur gonad, yaitu larva dengan aktivitas aromatase rendah akan mengarah pada terbentuknya testis, sedangkan aktivitas aromatase yang tinggi akan mengarah pada terbentuknya ovary.
Aromatase inhibitor berfungsi untuk menghambat kerja enzim aromatase dalam sintesis estrogen. Adanya penghambatan ini mengakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi estrogen yang mengarah kepada tidak aktifnya transkripsi gen aromatasenya sebagai feedbacknya (Server et al. 1999). Penurunan rasio estrogen terhadap androgen menyebabkan terjadinya perubahan penampakan dari betina menjadi menyerupai  jantan (terjadi maskulinasi karakteristik seksual sekunder). Secara umum, aromatase inhibitor menghambat aktivitas enzim melalui 2 cara, yaitu dengan menghambat proses transkripsi gen aromatase sehingga mRNA tidak terbentuk dan sebagai konsekuensinya enzim aromatase tidak ada (Server et al 1999). Cara kedua adalah melalui cara bersaing dengan substrat selain testosterone sehingga aktivitas enzim aromatase tidak berjalan (Brodie 1991).

Praktikum Sex Reversal pada Nila Merah
Ikan yang dilakukan sex reversal terlebih dahulu ditimbang berta tubuhnya. Karena ukuran larva nila ini relative kecil dengan umur 7-10 hari, maka penimbangan dilakukan dengan metode volumetric, secara keseluruhan ikan dimasukkan dalam wadah berisi air dan ditimbang. Hasilnya ditemuka total berat ikan secara keseluruhan adalah 0.7 gr atau berat ikan 0.007gr/ekor. Perhitungan dosis pakan dilakukan dengan mengalikan berat tubuh ikan dengan FR yang diharapkan perhari. Total pakan 0.028 gr/hari x 10 hari = 0.28 gr.
Setelah ditemukan dosis pakan, selanjutnya dilakukan penghitungan dosis hormone Aromatase Inhibitior (AI). Caranya adalah dengan mengalikan dosis pakan (dalam kg), dengan 60 mg (untuk ikan nila). Hasilnya ditemukan dosis hormone 0.02 mg/gr pakan x 0.28 gr = 0.056mg dengan frekuansi pemberian 3 kali sehari. Sebelum dicampurkan dengan pakan, hormone dilarutkan dengan pelarut polan (alcohol 70%) dan kemudian dicampur secara merata dengan pakan, sebelum pakan dibungkus dengan kertas terlebih dahulu pakan diangin-anginkan sampai kering. Selanjutnya pakan dibagi menjadi sebanyak 30 bungkus untuk pemberian selama 10 hari dan diberikan pada ikan 3 kali sehari yaitu pagi, siang dan sore.

Rabu, 19 Oktober 2011


BUDIDAYA IKAN NILA
( Oreochromis niloticus )

1. SEJARAH SINGKAT

Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh memanjang dan pipih kesamping dan warna putih kehitaman. Ikan nila berasal dari Sungal Nil dan danau-danau sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua yang beriklim tropis dan subtropis. Sedangkan di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila tidak dapat hidup baik Ikan nila disukai oleh berbagai bangsa karena dagingnya enak dan tebal seperti daging ikan kakap merah.
Bibit ikan didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia. Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh Pemerintah melalui Direktur Jenderal Perikanan.

2. SENTRA PERIKANAN

Di Indonesia ikan nila telah dibudidayakan di seluruh propinsi.

3. JENIS

Klasifikasi ikan nila adalah sebagai berikut:
Kelas : Osteichthyes
Sub-kelas : Acanthoptherigii
Crdo : Percomorphi
Sub-ordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus.
Terdapat 3 jenis nila yang dikenal, yaitu: nila biasa, nila merah (nirah) dan nila albino.

4. MANFAAT
Sebagai sumber penyediaan protein hewani.

5. PERSYARATAN LOKASI

a)  Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung, tidak berporos. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.
b) Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5% untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
c)   Ikan nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi (500 m dpl).
d)  Kualitas air untuk pemeliharaan ikan nila harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kekeruhan air yang disebabkan oleh pelumpuran akan memperlambat pertumbuhan ikan. Lain halnya bila kekeruhan air disebabkan oleh adanya plankton. Air yang kaya plankton dapat berwarna hijau kekuningan dan hijau kecokelatan karena banyak mengandung Diatomae. Sedangkan plankton/alga biru kurang baik untuk pertumbuhan ikan. Tingkat kecerahan air karena plankton harus dikendalikan yang dapat diukur dengan alat yang disebut piring secchi (secchi disc). Untuk di kolam dan tambak, angka kecerahan yang baik antara 20-35 cm.
e) Debit air untuk kolam air tenang 8-15 liter/detik/ha. Kondisi perairan tenang dan bersih, karena ikan nila tidak dapat berkembang biak dengan baik di air arus deras.
f) Nilai keasaman air (pH) tempat hidup ikan nila berkisar antara 6-8,5. Sedangkan keasaman air (pH) yang optimal adalah antara 7-8.
g)  Suhu air yang optimal berkisar antara 25-30 oC.
h)  Kadar garam air yang disukai antara 0-35 per mil.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
1) Kolam
Sarana berupa kolam yang perlu disediakan dalam usaha budidaya ikan nila tergantung dari sistim pemeliharaannya (sistim 1 kolam, 2 kolam dlsb).
Adapun jenis kolam yang umum dipergunakan dalam budidaya ikan nila antara lain:
a)     Kolam pemeliharaan induk/kolam pemijahan
Kolam ini berfungsi sebagai kolam pemijahan, kolam sebaiknya berupa kolam tanah yang luasnya 50-100 meter persegi dan kepadatan kolam induk hanya 2 ekor/m2. Adapun syarat kolam pemijahan adalah suhu air berkisar antara 20-22 oC; kedalaman air 40-60 cm; dasar kolam sebaiknya berpasir.

b)    Kolam pemeliharaan benih/kolam pendederan
Luas kolam tidak lebih dari 50-100 meter persegi. Kedalaman air kolam antara 30-50 cm. Kepadatan sebaiknya 5-50 ekor/meter persegi. Lama pemeliharaan di dalam kolam pendederan/ipukan antara 3-4 minggu, pada saat benih ikan berukuran 3-5 cm.
c)     Kolam pembesaran
kolam pembasaran berfungsi sebagai tempat untuk memlihara dan membesarkan benih selepas dari kolam pedederan. Adakalanya dalam pemeliharaan ini diperlukan beberapa kolam pembesaran, yaitu:
1. Kolam pembesaran tahap I berfungsi untuk memelihara benih ikan selepas dari kolam pendederan. Kolam ini sebaiknya berjumlah antara 2-4 buah dengan luas maksimum 250-500 meter persegi/kolam. Pembesaran tahap I ini tidak dianjurkan memakai kolam semen, sebab benih ukuran ini memerlukan ruang yang luas. Setelah benih menjadi gelondongan kecil maka benih memasuki pembesaran tahap kedua atau langsung dijual kepada pera petani.
2. Kolam pembesaran tahap II berfungsi untuk memelihara benih gelondongan besar.
Kolam dapat berupa kolam tanah atau sawah. Keramba apung juga dapat digunakan dengan mata jaring 1,25–1,5 cm. Jumlah penebaran pembesaran tahap II sebaiknya tidak lebih dari 10 ekor/meter persegi.
3. Pembesaran tahap III berfungsi untuk membesarkan benih. Diperlukan kolam tanah antara 80-100 cm dengan luas 500-2.000 meter persegi.

d)   Kolam/tempat pemberokan
Pembesaran ikan nila dapat pula dilakukan di jaring apung, berupa Hapa berukuran 1 x 2 m sampai 2 x 3 m dengan kedalaman 75-100 cm. Ukuran hapa dapat disesuaikan dengan kedalaman kolam. Selain itu sawah yang sedang diberokan dapat dipergunakan pula untuk pemijahan dan pemeliharaan benih ikan nila. Sebelum digunakan petak sawah diperdalam dahulu agar dapat menampung air sedalam 50-60 cm, dibuat parit selebar 1- 1,5 m dengan kedalaman 60-75 cm.

2). Peralatan
Alat – alat yang biasa digunakan dalam usaha pembenihan ikan nila diantaranya adalah : jala, waring, (anco), hapa, (kotak dari jarring atau kelambu untuk menampung sementara induk maupun benih), seser, ember-ember, baskom berbagai ukuran, timbangan skala kecil (gram) dan besar (kg), cangkul, arit, pisau serta piring secchi (secchi disc) untuk mengukur kadar kekeruhan. Sedangkan peralatan lain yang digunakan untuk memanen/menangkap ikan nila antara lain adalah warring/scoopnet yang halus, ayakan panglembangan diameter 100 cm, ayakan penandean diameter 5 cm, tempat menyimpan ikan, keramba kemplung, keramba kupyak, fish bus (untuk mengangkut ikan jarak dekat), kekaban (untuk tempat penempelan telur yang bersifat melekat), hapa dari kain tricote (untuk penetasan telur secara terkontrol) atau kadang-kadang untuk penangkapan benih, ayakan penyabetan dari alumunium/bambu, oblok/delok (untuk pengangkut benih), sirib (untuk menangkap benih ukuran 10 cm keatas), anco/hanco (untuk menangkap ikan), lambit dari jaring nilon (untuk menangkap ikan konsumsi), scoopnet (untuk menangkap benih ikan yang berumur satu minggu keatas), seser (gunanya= scoopnet, tetapi ukurannya lebih besar), jaring berbentuk segiempat (untuk menangkap induk ikan atau ikan konsumsi).

3)  Persiapan media
Yang dimaksud dengan persiapan adalah melakukan penyiapan media untuk pemeliharaan ikan  terutama mengenai pengeringan, pemupukan dsb. Dalam menyiapkan media pemeliharaan ini, yang perlu dilakukan adalah pengeringan kolam selama beberapa hari, lalu dilakukan pengapuran untuk memberantas hama dan ikan-ikan liar sebanyak 25-200 gram/meter persegi, diberi pemupukan berupa pupuk buatan, yaitu urea dan TSP masing-masing dengan dosis 50-700 gram/meter persegi, bisa juga ditambahkan pupuk buatan yang berupa urea dan TSP masing-masing dengan dosis 15 gram dan 10 gram/meter persegi.

6.2. Pembibitan
1) Pemilihan bibit induk
Ciri-ciri induk bibit nila yang unggul adalah sebagai berikut:
a)    Mampu memproduksi benih dalam jumlah besar dengan kualitas yang tinggi
b)   Pertumbuhannya sangat cepat
c)    Sangat responsive terhadap makanan buatan yang diberikan
d)   Resisten terhadap serangan hama, parasit dan penyakit.
e)    Dapat hidup dan tumbuh baik pada lingkungan perairan yang relative buruk
f)    Ukuran induk yang baik untuk dipisahkan yaitu 120-180 gram lebih per ekor dan berumur sekitar 4-5 bulan
Adapun ciri-ciri untuk membedakan induk jantan dan induk betina adalah sebagai berikut:
a)    Betina
1.     Terdapat 3 buah lubang pada urogenetial yaitu: dubur, lubang pengeluaran telur dan lubang urine
2.    Ujung sirip berwarna kemerah-merahan pucat tidak jelas.
3.    Warna perut lebih putih
4.    Warna dagu putih.
5.    . Jika perut distriping tidak mengeluarkan cairan.
b) Jantan
1.     Pada alat urogenetial terdapat 2 buah lubang yaitu : anus dan lubang sperma merangap lubang urine
2.    Ujung sirip berwarna kemerah-merahan terang dan jelas.
3.    Warna perut lebih gelap / kehitam-hitaman
4.    Warna dagu kehitam-hitaman dan kemerah-merahan
5.    Jika perut distripng mengeluarkan cairan
Ikan nila sangat mudah kawin silang dan bertelur secara liar. Akibatnya, kepadatan kolam meningkat. Disamping itu, ikan nila yang sedang beranak lambat pertumbuhan sehingga diperlukan waktu yang lebih lama agar dicapai ukuran untuk konsumsi yang diharapkan.
Untuk mengatasi kekurangan ikan nila diatas maka dikembangkan metode kultur tunggal kelamin (monoseks). Dalam metode ini benih jantan saja yang dipelihara karena ikan nila jantan yang tumbuh lebih cepat dari ikan nila betina. Ada empat cara untuk memproduksi benih ikan nila jantan yaitu:
a). Secara manual (dipilih)
b). Sistem hibridisasi antarjenis tertentu
c). Merangsang perubahan seks dengan hormone
d). Teknik penggunaan hormone seks jantan ada dua cara :
            1. Perendaman
            2. Perlakuan hormone melalui pakan

2). Pembenihan dan Pemeliharaan benih
Pada usaha pembenihan, kegiatan yang dilakukan adalah :
a)    Memelihara dan memisahkan induk ikan untuk menghasilkan anak ikan (burayak)
b)   Memelihara burayak (mendeder) untuk menghasilkan benih ikan yang lebih besar.
Usaha pembenihan biasanya menghasilkan benih yang berbeda-beda ukurannya. Hal ini berkaitan dengan lamanya pemeliharaan benih.
Benih ikan nila yang baru lepas dan mulut induknya disebut "benih kebul". Benih yang berumur 2-3 minggu setelah menetas disebut benih kecil, yang disebt juga putihan (Jawa Barat). Ukurannya 3-5 cm. Selanjutnya benih kecil dipelihara di kolam lain atau di sawah. Setelah dipelihara selama 3-1 minggu akan dihasilkan benih berukuran 6 cm dengan berat 8-10 gram/ekor. Benih ini disebut gelondongan kecil. Benih nila merah. Berumur 2-3 minggu, ukurannya ± 5 cm. Gelondongan kecil dipelihara di tempat lain lagi selama 1-1,5 bulan. Pada umur ini panjang benih telah mencapai 10-12 cm dengan berat 15-20 gram. Benih ini disebut gelondongan besar.

6.3. Pemeliharaan Pembesaran
Dua minggu sebelum dan dipergunakan kolam harus dipersiapkan. Dasar kolam dikeringkan, dijemur beberapa hari, dibersihkan dari rerumputan dan dicangkul sambil diratakan. Tanggul dan pintu air diperbaiki jangan sampai teriadi kebocoran. Saluran air diperbaiki agar jalan air lancer. Dipasang saringan pada pintu pemasukan maupun pengeluaran air. Tanah dasar dikapur untuk memperbaiki pH tanah dan memberantas hamanya. Untuk mi dipergunakan kapur tohor sebanyak 100-300 kg/ha (bila dipakai kapur panas, Ca 0). Kalau dipakai kapur pertanian dosisnya 500-1.000 kg/ha. Pupuk kandang ditabur dan diaduk dengan tanah dasar kolam. Dapat juga pupuk kandang dionggokkan di depan pintu air pemasukan agar bila diairi dapat tersebar merata. Dosis pupuk kandang 1-2 ton/ha. Setelah semuanya siap, kolam diairi. Mula-mula sedalam 5-10 cm dan dibiarkan 2-3 hari agar teriadi mineralisasi tanah dasar kolam.Lalu tambahkan air lagi sampai kedalaman 80- 100 cm. Kini kolam siap untuk ditebari induk ikan.
1.             Pemupukan Pemupukan dengan jenis pupuk organik, anorganik (Urea dan TSP), serta kapur. Cara pemupukan dan dosis yang diterapkan sesuai dengan standar yang ditentukan oleh dinas perikanan daerah setempat, sesuai dengan tingkat kesuburan di tiap daerah. Beberapa hari sebelum penebaran benih ikan, kolam harus dipersiapkan dahulu. Pematang dan pintu air kolam diperbaiki, kemudian dasar kolam dicangkul dan diratakan. Setelah itu, dasar kolam ditaburi kapur sebanyak 100-150 kg/ha. Pengapuran berfungsi untuk menaikkan nilai pH kolam menjadi 7,0-8,0 dan juga dapat mencegah serangan penyakit. Selanjutnya kolam diberi pupuk kandang sebanyak 300-1.000 kg/ha. Kemudian semprotkan Migro Tambak (campur air secukupnya) dengan dosis 20ml/100m2, biarkan selama 1 hari. Pupuk Urea dan TSP juga diberikan sebanyak 50 kg/ha. Urea dan TSP diberikan dengan dicampur terlebih dahulu dan ditebarkan merata di dasar kolam. Kemudian masukan air dengan ketinggian 5 – 10 cm. Setelah 7 hari kemudian, air ditinggikan sekitar 60 cm, berikan kembali Migro Tambak dengan dosis 0,02 ppm (20 ml/100m2), campur dengan air secukupnya kemudian tebar merata pada permukaan kolam. Setelah sehari semalam, air kolam tersebut ditebari benih ikan. Pada saat itu fitoplankton mulai tumbuh yang ditandai dengan perubahan warna air kolam menjadi kuning kehijauan. Di dasar kolam juga mulai banyak terdapat organisme renik yang berupa kutu air, jentik-jentik serangga, cacing, anak-anak siput dan sebagainya. Selama pemeliharaan ikan, air kolam diatur sedalam 75-100 cm. Pemberian Migro Tambak susulan harus dilakukan 2 minggu sekali, yaitu pada saat makanan alami sudah mulai habis dan kualitas air menurun. Berikan Migro Tambak secara merata pada permukaan air tambak/kolam sebanyak 0,02 ppm (2 liter per hektar). Adapun frekuensi pemberiannya setiap 2 (dua) minggu sekali. Pemberian Migro Tambak saat pemeliharaan bertujuan untuk memacu tumbuhnya plankton sebagai pakan alami.

2.            Pemberian Pakan
Pemupukan kolam telah merangsang tumbuhnya fitoplankton, zooplankton, maupun binatang yang hidup di dasar seperti cacing, siput, jentik-jentik nyamuk dan chironomus (cuk). Semua itu dapat menjadi makanan ikan nila. Namun, induk ikan nila juga masih perlu pakan tambahan berupa pelet yang mengandung protein 30-40% dengan kandungan lemak tidak lebih dari 3%. Pembentukan telur pada ikan memerlukan bahan protein yang cukup di dalam pakannya. Perlu pula ditambahkan vitamin E dan C yang berasal dan taoge dan daun-daunan / sayuran yang diiris. Boleh juga diberi makan tumbuhan air seperti ganggeng (Hydrilla). Banyaknya pelet sebagai pakan induk kira-kira 3% berat biomassa perhan. Agar diketahui berat bio massa maka diambil sampel 10 ekor ikan, ditimbang, dan dirata-ratakan beratnya. Berat rata-rata yang diperoleh dikalikan dengan jumlah seluruh ikan di dalam kolam. Misal, berat rata-rata ikan 220 gram, jumlah ikan 90 ekor maka berat biomassa 220 x 90 = 19.800 g. Jumlah ransum per han 3% x 19.800 gram = 594 gram. Ransum ini diberikan 2-3 kali sehari. Bahan pakan yang banyak mengandung lemak seperti bungkil kacang dan bungkil kelapa tidak baik untuk induk ikan. Apalagi kalau han tersebut sudah berbau tengik. Dedak halus dan bekatul boleh diberikan sebagai pakan. Bahan pakan seperti itu juga berfungsi untuk menambah kesuburan kolam. Pada saat pemberian pakan tambahan, tambahkan Migro Suplemen 10 ml ke dalam 3 kg pakan (aplikasi dilakukan setiap kali pemberian pakan) dicampur dengan air secukupnya.

3.            Pemeliharaan kolam / Tambak
Sistem dan intensitas pemeliharaan ikan nila tergantung pada tempat pemeliharaan dan input yang tersedia.Target produksi harus disesuaikan dengan permintaan pasar. Biasanya konsumen menghendaki jumlah dan ukuran ikan yang berbeda Intensitas usaha dibagi dalam tiga tingkat,yaitu:
a)    Sistem ekstensif ( teknologi sederhana)
-       Sistem ekstensif merupakan sistem pemeliharaan ikan yang belum berkembang. Input produksinya sangat sederhana. Biasanya dilakukan di kolam air tawar. Dapat pula dilakukan di sawah. Pengairan tergantung kepada musim hujan. Kolam yang digunakan biasanya kolam pekarangan yang sempit. Hasil ikannya hanya untuk konsumsi keluarga sendiri. Sistem pemeliharaannya secara polikultur. Sistem ini telah dipopulerkan di wilayah desa miskin.
-       Pemupukan tidak diterapkan secara khusus. Ikan diberi pakan berupa bahan makanan yang terbuang, seperti sisa-sisa dapur limbah pertanian (dedak, bungkil kelapa dll)
-       Perkiraan pemanenan tidak tentu. Ikan yang sudah agak besar dapat dipanen sewaktu-waktu. Hasil pemeliharaan sistem ekstensif sebenar cukup lumayan, karena pemanenannya bertahap.  Untuk kolam herukuran 2 x 1 x 1 m ditebarkan benih ikan nila sebanyak 20 ruang berukuran 30 ekor. Setelah 2 bulan diambil 10 ekor, dipelihara 3 bulan kemudian beranak, dan seterusnya. Total produksi system ini dapat mencapai  1.000 kg/ha/tahun 2 bulan. Penggantian air kolam menggunakan air sumur. Penggantian dilakukan seminggu sekali.
b)   Sistem semi-Intensif (teknologi madya)
-       Pemeliharaan semi-intensif dapat dilakukan di kolam, di tambak, di sawah, dan di jaring apung. Pemeliharaan ini biasanya digunakan untuk pendederan. Dalam sistem ini sudah dilakukan pemupukan dan pemberian pakan tambahan yang teratur.
-       Prasarana berupa saluran irigasi cukup baik sehingga kolam dapat berproduksi 2-3 kali per tahun. Selain itu, penggantian air juga dapat dilakukan secara rutin. Pemeliharaan ikan di sawah hanya membutuhkan waktu 2-2,5 bulan karena bersamaan dengan tanaman padi atau sebagai penyelang. OIeh karena itu, hasil ikan dan sawah ukurannya tak lebih dari 50 gr. Itupun kalau benih yang dipelihara sudah berupa benih gelondongan besar.
-       Budidaya ikan nila secara semi-intensif di kolam dapat dilakukan secara monokultur maupun secara polikultur. Pada monokultur sebaiknya dipakai sistem tunggal kelamin. Hal ini karena nila jantan lebih cepat tumbuh dan ikan nila betina.
-       Sistem semi-intensif juga dapat dilakukan secara terpadu (intergrated), artinya kolam ikan dikelola bersama dengan usaha tani lain maupun dengan industri rumah tangga. Misal usaha ternak kambing, itik dan sebagainya. Kandang dibuat di atas kolam agar kotoran ternak menjadi pupuk untuk kolam.
-       Usaha tani kangkung, genjer dan sayuran lainnya juga dapat dipelihara bersama ikan nila. Limbah sayuran menjadi pupuk dan pakan tambahan bagi ikan. Sedangkan lumpur  yang kotor dan kolam ikan dapat menjadi pupuk bagi kebun sayuran.
-       Usaha huler/penggilingan padi mempunyai hasil sampingan berupa dedak dan katul. Oleh karena itu, sebaiknya dibangun kolam ikan di dekat penggilingan tersebut.
-       Hasil penelitian Balai Penelitian Perikanan sistem integrated dapat menghasilkan ikan sampai 5 ton atau lebih per 1 ha/tahun.
c)    Sistem Intensif (teknologi maju)
-       Sistem pemeliharaan intensif adalah system pemeliharaan ikan paling modern. Produksi ikan tinggi sampai sangat tinggi disesuaikan dengan kebutuhan pasar.
-       Pemeliharaan dapat dilakukan di kolam atau tambak air payau dan pengairan yang baik. Pergantian air dapat dilakukan sesering mungkin sesuai dengan tingkat kepadatan ikan. Volume air yang diganti setiap hari sebanyak 20% atau bahkan lebih.
-       Pada usaha intensif, benih ikan nita yang dipelihara harus tunggal dan jantan saja. Pakan yang diberikan juga harus bermutu.
-       Ransum hariannya 3% dan berat biomassa ikan per  hari. Makanan sebaiknya berupa pellet yang berkadar protein 25-26%, lemak 6-8%.
Pemberian pakan sebaiknya dilakukan oleh teknisinya sendiri dapat diamati nafsu makan ikan-ikan itu. Pakan yang diberikan knya habis dalam waktu 5 menit. Jika pakan tidak habis dalam waktu 5 menit berarti ikan mendapat gangguan. Gangguan itu berupa serangan penyakit, perubahan kualitas air, udara panas, terlalu sering diberi pakan.

7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
a)  Bebeasan (Notonecta)
Berbahaya bagi benih karena sengatannya. Pengendalian: menuangkan minyak tanah ke permukaan air 500 cc/100 meter persegi.
b)   Ucrit ((Larva cybister)
Menjepit badan ikan dengan taringnya hingga robek. Pengendalian: sulit diberantas, hindari bahan organik menumpuk di sekitar kolam.
c)    Kodok
Makan telur telur ikan. Pengendalian: sering membuang telur yang mengapung , menangkap dan membuang hidup-hidup.
d)   Ular
Menyerang benih dan ikan kecil. Pengendalian: lakukan penangkapan; pemagaran kolam.
e)    Lingsang
Memakan ikan pada malam hari. Pengendalian : pasang jebakan berumpun.
f)    Burung
Memakan benih yang berwarna menyala seperti merah, kuning. Pengendalian: diberi penghalang bambu agar supaya sulit menerkam, diberi rumbai-rumbai atau tali penghalang.

7.2. Penyakit
a)  Penyakit pada kulit
Gejala : pada bagian tertentu berwarna merah berubah warna dan tubuh berlendir. Pengendalian : 1. direndam dalam larutan PK (kalium permanganat) selama 30-60 menit dengan dosis 2gram / 10 liter air, pengobatan dilakukan berulang 3 hari kemudian. 2. Direndam dalam Negovon (kalium permanganat) selama 3 menit dengan dosis 2-3,5 %.
b)   Penyakit pada insang
Gejala : tutup insang bengkak, Lembar insang pucat/keputihan. Pengendalian : sama dengan di atas.
c)    Penyakit pada organ dalam
Gejala : perut ikan bengkak, sisik berdiri, ikan tidak gesit. Pengendalian : sama dengan diatas.
Secara umum hal-hal yang dilakukan untuk dapat mencegah timbulnya penyakit dan hama pada budidaya ikan nila:
1)    Pengeringan dasar kolam secara teratur setiap selesai panen.
2)   Pemeliharaan ikan yang benar-benar bebas penyakit.
3)   Hindari penebaran ikan secara berlebihan melebihi kapasitas.
4)   Sistem pemasukan air yang ideal adalah parallel, tiap kolam diberi satu pintu pemasukan air
5)   Pemberian pakan cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya
6)   Penanganan saat panen atau pemindahan benih hendaknya dilakukan secara hati-hati dan benar.
7)   Binatang seperti burung, siput, ikan seribu, (lebistus reticulatus peters) sebagai pembawa penyakit jangan dibiarkan masuk ke arel perkolaman.

8. PANEN

Pemanenan ikan nila dapat dilakukan dengan cara: panen total dan panen sebagian.
a)    Panen total
Panen total dilakukan dengna cara mengeringkan kolam, hingga ketinggian air tinggal 10 cm. Petak pemanenan/petak penangkapan dibuat seluas 1 mpersegi di depan pintu pe
ngeluaran (monnik), sehingga memudahkan dalam penangkapan ikan. Pemanenan dilakukan pada pagi hari saat keadaan tidak panas dengan menggunakan waring atau scoopnet yang halus. Lakukan pemanenan secepatnya dan hati-hati untuk menghindari lukanya ikan.
b)   Panen sebagian atau panen selektif
Panen selektif dilakukan dengan tidak mengeringkan kolam, ikan yang akan dipanen dipilih dengan ukuran tertentu. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan waring yang diatasnya telah ditaburi umpan (dedak). Ikan yang tidak terpilih (biasanya terluka akibat jaring), sebelum dikembalikan ke kolam sebaiknya dipisahkan dan diberi obat dengan larutan malachite green 0,5-1,0 ppm selama 1 jam.

9. PASCA PANEN

Penanganan pasca panen ikan nila dapat dilakukan dengan cara penanganan ikan hidup maupun segar.
a)    Penanganan ikan hidup
Adakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam keadaan hidup. Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke konsumen dalam keadan hidup, segar dan sehat, antara lain:
1.     Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 oC
2.    Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari
3.    Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.

b)   Penanganan ikan segar
Hal yang perlu diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran anatar lain :
1.     Penangkapan harus dilakukan secara hati-hati agar ikan tidak terluka
2.    Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dan lender
Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak dekat (2 jam perjalanan) , dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan daun pisang/plastic.
Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan seng atau fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi kotak maksimum 50 cm. Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6-7◦c. Gunakan es berupa potongan kecil-kecil dengan perbandingan jumlah es dan ikan 1:1. Dasar kotak dilapisi kotak setebal 4-5cm. Kemudian ikan disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es lagi dan seterusnya. Antar ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian juga antara ikan dengan penutup kotak.